Jakarta –
Gara-gara menetapkan skema pembayaran yang baru, Unity diamuk developer game indie di seluruh dunia. Namun kini mereka meminta maaf, dan akan merubah kebijakan tersebut.
Permintaan maafnya disampaikan melalui akun Twitter resminya. Mereka mengatakan akan memberikan informasi terbaru dalam beberapa hari ke depan.
“Kami mohon maaf atas kebingungan dan kegelisahan yang disebabkan oleh kebijakan biaya runtime yang kami umumkan pada hari Selasa. Kami mendengarkan, berbicara dengan anggota tim, komunitas, pelanggan, dan mitra kami, dan akan membuat perubahan pada kebijakan tersebut. Terima kasih atas masukan Anda yang jujur dan kritis,” tulis Unity, dikutip detikINET, Selasa (19/9/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sontak hal itu pun kembali menarik perhatian para pelaku industri game. Sejak berita ini dibuat, postingan yang naik pagi tadi itu sudah dilihat oleh 4,2 juta pasang mata, mendapatkan 4.183 reply, 6.434 retweet, 10,4 ribu likes, disimpan oleh 1.012 akun, dan jumlahnya masih terus bertambah.
Salah satu akun bernama Tim Soret, Founder Odd Tales Games, meminta kepada Unity untuk terbuka dan berlaku adil. Dirinya ingin Unity menghormati Term Of Service (TOS) setiap versi.
“Tolong, pengembalian total, atau bagi hasil standar. Lupakan skema berbelit-belit lainnya. Jangan mencoba lagi melakukan manuver curang untuk menyembunyikan perubahan. Jujur saja, terbuka, dan dapat diandalkan. Kami membutuhkan stabilitas. Terima kasih,” tegas Soret.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, kalau mereka mengeluarkan sebuah kebijakan yang memancing emosi developer game (13/9). Bahkan kabarnya sampai ada ancaman pembunuhan, karena keputusan yang Unity buat.
Jadi gini, masalahnya itu ada pada skema pembayaran baru yang menganut sistem pay per download. Di sini Unity bakal menagih pembayaran biaya penggunaan game engine, berdasarkan banyaknya game yang diunduh per tanggal 1 Januari 2024.
Tentunya perubahan ini mendapat tanggapan keras dari komunitas developer game, karena dianggap berbahaya untuk dev indie, solo, ataupun developer game mobile. Terlebih lagi, game yang diinstal secara ilegal (bajakan) juga ikut dihitung dalam skema tersebut.
Untuk biayanya sebesar USD 0,20 atau sekitar Rp 3 ribu, bagi pengembang kecil (member Unity Personal) yang sudah menghasilkan USD 200 ribu atau sekitar Rp 3 miliar pada tahun lalu dan memiliki 200 ribu unduhan.
Sedangkan bagi pengembang besar (member Unity Enterprise), harus bayar USD 0,01 atau sekitar Rp 153. Dengan catatan, pengembang tersebut menghasilkan USD 1 juta atau sekitar Rp 15 miliar pada tahun lalu.
Nah apa yang mereka lakukan juga memaksa beberapa developer untuk hijrah ke game engine lain. Entah apa pembaruan yang mereka bawa untuk menjaga ekosistemnya. Patut ditunggu bagaimana upaya Unity memperlakukan para pengguna ke depannya.
Simak Video “Game Lokal Go Internasional“
[Gambas:Video 20detik]
(hps/fyk)